Search With This Blog

Sabtu, 24 April 2010

Kukuruyuuuk…!



“Kukuruyuuuk…!” Begitulah suara ayam-ayam milik pak Ali setiap fajar datang. Kandang ayam yang letaknya sekitar tiga rumah dari rumahku itu, terasa sangat dekat. Sehingga suara ayam tersebut selalu membuatku bangun terlalu pagi.

“Ih, berisik!” kataku setengah kesal.

Pagi itu, baru menunjukkan pukul 4 pagi. Aku cukup kesal, karena aku masih sangat mengantuk setelah semalaman mengerjakan PR matematika. Aku menutup telingaku dengan sepasang bantal sambil berteriak “Diaaaaaaaaam…!” Tetapi suara itu tetap terdengar. Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan pintu.

“Jes, kenapa kamu nak?” tanya Mamaku.

“Jesika tidak kenapa-kenapa kok Ma,” jawabku

“Hanya saja, suara ayam itu mengganggu tidurku,” lanjutku.

“Oh…Mama kira ada apa. Memangnya kenapa? Harusnya kamu senang bisa bangun pagi setiap hari. Kamu juga bisa sholat malam jika setiap hari bangun pukul sekian,” kata Mamaku.

“Tapi Ma, tidur Jesika terganggu gara-gara suara ayam itu,” kataku.

“Ya sudah, sekarang kamu tidur lagi. Nanti subuh, Mama bangunkan,” kata Mamaku lagi.

“Iya Ma,” jawabku.

Saat berangkat sekolah, aku melihat ayam-ayam Pak Ali berada di luar kandangnya. Ingin rasanya aku melempari ayam-ayam itu dengan batu setelah mengingat kejadian pagi tadi.

Sepulang sekolah, aku, Bramanta, Dika dan Gaby bermain di rumahku. Di perjalanan, aku melihat kandang ayam itu lagi. Lalu aku melempar sebuah batu ke arah salah satu ayam tersebut. Ayam tersebut menjerit kesakitan.

“Jes, kenapa kamu melempari ayam itu?” tanya Bramanta.

“Iya ni Jesika. Kenapa kamu begitu? Kamu tidak kasihan?” sambung Gaby.

“Biarkan saja. Mereka membangunkanku pukul 4 pagi. Bayangkan! Aku masih ngantuk sekali,” jawabku.

“Tapi kan kasihan mereka, mereka juga makhluk Allah,” kata Zakky yang tiba-tiba muncul dihadapan kami.

“Iya Benar,” sambung Dika.

“Iya deh. Aku menyesal,” kataku kesal.

“Menyesal apa kesal?” sambung mereka yang disertai tawa.

Keesokan harinya, aku bangun tidur kesiangan. Aku terheran-heran karena tak biasanya aku tidak mendengar suara ayam berkokok. Aku segera mandi dan bersiap-siap untuk sekolah.

Pulang sekolah, aku melewati rumah yang memiliki kandang ayam itu lagi. Sesaat, aku melirik ke sana. Tak ada seekor ayam pun yang ada di luar kandang. Aku penasaran. Lalu aku bertanya pada Pak Ali.

“Pak, kenapa ayam-ayam bapak ada di dalam kandang semua?” tanyaku.

“Eh ini ya? Ini Jes, ayam bapak sakit semua,” jawab beliau.

“Oh..” lanjutku.

Sudah 4 hari aku tidak mendengar suara ayam berkokok. Dan 4 hari pula aku telat bangun. Entah kenapa, rasanya aku ingin mendengar kokokan ayam lagi. Lalu aku pergi ke rumah Pak Ali. Dan bertanya tentang ayam-ayam milik beliau. Ternyata, ayam-ayamnya mati. Aku sedih. Dan aku bingung mengapa aku bisa sedih. Di perjalanan, aku selalu ingin menangis.

Sesampainya di depan rumah, aku mendengar suara kokokan ayam jantan. Aku segera berlari menuju rumah. Ku lihat ayahku sedang asyik memberi makan pada seekor ayam jantan. Aku kebingungan melihat ada ayam di rumahku. Aku bertanya pada ayahku.

“Yah, kenapa bisa ada ayam di sini?”

“Ayah baru saja membelinya di pasar,” terangnya.

“Lalu untuk apa?” tanyaku lagi.

“Setelah ayah perhatikan, kamu sering bangun terlambat. Dan ayah yakin itu di sebabkan karena tak ada ayam berkokok yang membangunkanmu. Ayah dan mamamu telah membicarakan masalah ini. Berhubung ayam milik Pak Ali telah mati semua, ayah dan mamamu sepakat untuk membeli seekor ayam jantan, supaya kamu tidak terlambat lagi.” jelasnya.

“Hore…” sahutku.

Akhirnya, aku bisa mendengarkan kokokan ayam lagi. Senang hati rasanya.

Kukuruyuuuk…! Kukuruyuuuk…! Kukuruyuuuk…! Begitu bunyinya.